pembahasan Konflik dan Negoisasi : POK meliputi definisi konflik, pengertian konflik, perbedaan konflik tradisional, sdm dan interaksi, perbandingan konflik tugas, hubungan dan proses konflik serta kesimpulan proses konflik. artikel ini Kerozzi tulis sendiri untuk tugas PERILAKU ORGANSASI DAN KEPEMIMPINAN (POK) pada semester 1
Disusun Oleh :
Nur Mazidah
(12201030006)
A. DEFINISI KONFLIK
Konflik berasal dari kata kerja Latin, configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
4. Menurut Muchlas, (1999)Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi. Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
6. Menurut Robbin (1993), Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif.
7. Menurut Pace & Faules (1994:249), Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami.
8. Menurut Folger & Poole (1984), Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi.
9. Menurut Myers (1982:234-237), Kreps (1986:185), Stewart (1993:341), bahwa konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat.
10. Menurut Devito (1995:381), Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda
B. PERBEDAAN ANTARA KONFLIK TRADISIONAL, KONFLIK SDM DAN KONFLIK INTERAKSI
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik.
Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
1. Pandangan tradisional (The Traditional View).
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View)
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View).
Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
C. PERBANDINGAN KONFLIK TUGAS, KONFLIK HUBUNGAN DAN PROSES KONFLIK
Gibson dkk (2004: 252-253) menjelaskan adanya tiga hal yang merangsang konflik dalam hubungan antar anggota dalam suatu kelompok, yakni:
1. Konflik tugas,
2. Konflik hubungan, dan
3. Proses Konflik.
Tugas sering kali mengundang konflik karena masing-masing anggota memiliki perbedaan sudut pandang tentang tugas kelompok yang harus diselesaikan. Adapun konflik menyangkut hubungan merupakan pengembangan atas konflik tugas, karena pertentangan sudah masuk ke ranah pribadi suatu pihak atau lebih. Untuk konflik yang disebabkan oleh proses merupakan masalah yang paling sering dihadapi para anggota dalam suatu kelompok. Konflik ini berpangkal dari perbedaan sudut pandang bagaimana menyelesaikan tugas yang diamanatkan lembaga pada sebuah kelompok. seperti Gerakan Konsumen cerdas? mengapa tidak? yang saya sampaikan dahulu
D. KESIMPULAN PROSES KONFLIK
Tahap I: Oposisi atau ketidakcocokan potensial
Tahap pertama ini adalah munculnya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang bagi pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak harus mengarah langsung pada konflik, tetapi salah satunya diperlukan jika konflik akan muncul. Secara sederhana, kondisi-kondisi tersebut dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum, yaitu:
a. Komunikasi
Sebuah ulasan mengenai penelitian menunjukkan bahwa konotasi kata yang menimbulkan makna yang berbeda, pertukaran informasi yang tidak memadai, dan kegaduhan pada saluran komunikasi merupakan hambatan komunikasi dan kondisi potensial pendahulu yang menimbulkan konflik. Penelitian menunjukkan bahwa potensi konflik meningkat ketika terjadi terlalu sedikit atau terlalu banyak informasi. Jelas, meningkatnya komunikasi menjadi fungsional sampai pada suatu titik, dan diatasnya dengan terlalu banyak komunikasi, meningkat pula potensi konflik. seperti saat kita terkena jerawat. hehehe. lakukan saja dengan meredakan konflik jerawat dengan cara herbal mengatasi jerawat dan bekasnya
b. Struktur
Istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup variabel-variabel seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar ketergantungan antar kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai daya yang merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik. Semakin besar ambiguitas dalam mendefinisikan secara tepat dimana letak tanggung jawab atas tindakan, semakin besar potensi munculnya konflik.
c. Variabel-variabel Pribadi
Kategori ini meliputi kepribadian, emosi, dan nilai-nilai. Bukti menunjukkan bahwa jenis kepribadian tertentu memiliki potensi memunculkan konflik. Emosi juga dapat menyebabkan konflik. Nilai yang berbeda-beda yang dianut tiap-tiap anggota dapat menjelaskan munculnya konflik
Tahap II: Kognisi dan Personalisasi
Kondisi anteseden hanya dapat mendorong konflik bila ada persepsi dan rasa yang disadari sesosok individu atau sebuah kelompok. Jadi, bila sebuah hal tidak disadari oleh satu pihak sebagai suatu hal yang dapat memicu konflik, maka konflik tidak muncul. Begitu pula jika suatu pihak tidak terlibat secara emosional pada kondisi yang sebetulnya bisa tumbuh konflik (seperti merasa tegang, cemas, frustrasi atau bermusuhan), maka konflik juga tidak terjadi. Dengan kata lain kondisi potensial untuk terciptanya oposisi atau pertentangan belum tentu menciptakan konflik karena bergantung pada persepsi serta perasaan subjek.
Tahap III: Maksud
Maksud diterjemahkan sebagai keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu. Maksud tidak selalu diterjemahkan sama dengan perilaku, sehingga perlu untuk memisahkan antara keduanya. Sebagai contoh seseorang yang bermaksud tidak ,mau bekejasama bisa saja berperilaku seolah-olah kolaboratif, dengan demikian interpretasi perilaku dapat berbeda dengan maksud sesungguhnya. Untuk penanganan konflik, maksud-maksud yang diindentifikasi termasuk diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bersaing: hasrat untuk memuaskan kepentingan sendiri dan tidak peduli dampaknya terhadap pihak-pihak lain pada sebuah konflik
2. Berkolaborasi: Suatu situasi yang didalamnya terdapat pihak-pihak yang saling berkeinginan untuk memuaskan sepenuhnya kepentingan dari semua pihak
3. Menghindar: hasrat untuk menarik diri dari suatu konflik, atau keinginan untuk menekan konflik yang ada
4. Mengakomodasi: kesediaan dari satu pihak untuk meletakkan kepentingan lawannya di atas kepentingannya
5. Berkompromi: Suatu situasi yang didalamnya terdapat pihak yang bersedia mengkorbankan atau melepaskan sesuatu.
Selama terjadinya konflik, maksud yang dirasakan atau ditujukan salah satu pihak belum tentu sama, hal ini disebabkan oleh konseptualisasi ulang atau reaksi emosional yang dapat berubah-ubah. Meskipun maksud yang dimiliki seseorang bisa berubah-ubah dalam menangani konflik, namun hasil penelitian menemukan adanya kecenderungan preferensi seseorang terhadap salah satu dari lima tipe maksud tersebut. Kecenderungan ini berkait erat dengan kombinasi antara karakteristik intelektual dan kepribadian.
Selain menurut Gibson dkk (1996: 130), masih banyak lagi pendapat para pakar lainnya mengenai maksud atau cara penanganan konflik. Penjelasan lebih terurai akan dipaparkan pada topik Pengelolaan Konflik.
Tahap 4: Perilaku
Tahap perilaku meliputi pernyataan, aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya kasat mata untuk mengoperasikan maksud dari masing-masing pihak. Tetapi perilaku ini memiliki kualitas stimulus yang berbeda dari maksud.
Jika konflik bersifat disfungsional, maka perlu dilakukan berbagai teknik penting untuk meredakannya. Para manajer mengendalikan tingkat konflik dengan manajemen konflik (conflict management), yaitu pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan
Tahap 5: Hasil / Akibat
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Akibat atau konsekuensi itu bisa bersifat fungsional, dalam arti konflik tersebut menghasilkan kinerja kelompok, atau juga bisa bersifat disfungsional karena justru menghambat kinerja kelompok.
a. Akibat fungsional
Meningkatnya keragaman kultur dari anggota dapat memberikan manfaat lebih besar bagi organisasi. Penelitian memperlihatkan bahwa heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kualitas keputusandan memfasilitasi perubahan dengan cara meningkatkan fleksibilitas anggota.
b. Akibat disfungsional
Pertengkaran yang tak terkendali menumbuhkan rasa tidak senang, yang menyebabkan ikatan bersama renggang, dan pada akhirnya menuntun pada kehancuran kelompok. Diantara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antar anggota.
c. Menciptakan konflik fungsional
Salah satu cara organisasi menciptakan konflik fungsional adalah dengan memberi penghargaan kepada orang yang berbeda pendapat dan menghukum mereka yang suka menghindari konflik.
E. DAFTAR PUSTAKA
- http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik
- http://ikaribajuwanita.files.wordpress.com
- http://queenaya-84.blogspot.com
- http://staff.uny.ac.id
untuk melihat lebih jauh tentang tugas dan sharing lainnya, silakan lihat daftar isi kerozzi ya, dapatkan informasi yang lain dan bermanfaat disana. Sekian tugas tentang Konflik dan Negoisasi : POK yang dapat saya sampaikan dan bagikan kepada teman – teman semua. semoga bisa menjadi referensi tambahan dalam mengerjakan tugas kuliah Perilaku Organisasi dan Kepemimpinan. Terima kasih sudah menyimak.
0 comments:
Post a Comment
Jika ingin bergabung dengan Kerozzi , silakan klik tombol Follow This Kerozzi's Blog