Resume bab perilaku etis – bidang etika | Kerozzi

Resume bab perilaku etis – bidang etika

Akuntansi keperilakuan tentang Resume bab perilaku etis – bidang etika berisi tentang pengertian etika, Etika Profesi Perilaku Etis ETIKA ANTARA KONSEP DAN TAFSIRAN Hermeneutika Ketergantungan Hermeneutika Diri yang Disusun Oleh : Nur mazidah , Lailatul mufidah , risna dewi gustiana , Dyah novtantia h., LIA DEBBY MILANETTY , Anis Cahyati Fakultas Ekonomi / Prodi Akuntansi Sore A (5A) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO 

Pendahuluan
Etika akuntan telah menjadi issue yang menarik, yaitu pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan baik di tingkat nasional maupun Internasional. Di Indonesia, issue ini berkembang seiring dengan terjadinya pelanggaran etika, baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan pemerintah. Contoh kasus ini adalah banyak bank-bank dinyatakan sehat tanpa syarat oleh akuntan publik atas audit laporan keuangan berdasar Standar Akuntansi Perbankan Indonesia ternyata sebagian besar bank itu kondisinya tidak sehat. Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian Ekayani dan Putra (2003) yang meneliti tentang persepsi akuntan dan mahasiswa Bali terhadap etika bisnis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara persepsi mahasiswa dengan akuntan, yaitu mahasiswa mempunyai persepsi yang lebih baik dibandingkan dengan akuntan. Ada perbedaan persepsi antara mahasiswa tingkat pertama dan mahasiswa tingkat akhir, yaitu mahasiswa tingkat akhir memiliki persepsi yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa tingkat pertama. Penelitian Martandi dan Suranta (2006) yang meneliti tentang persepsi akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi gender terhadap etika bisnis dan etika profesi. Hasil penelitian tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi dengan akuntan wanita, mahasiswi akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi terhadap etika bisnis. 

Resume bab perilaku etis – bidang etika


Penelitian ini dilakukan terhadap calon akuntan (mahasiswa) karena mereka adalah calon akuntan yang seharusnya dibekali terlebih dulu pengetahuan mengenai etika, sehingga setelah lulus nanti mereka bisa bekerja secara profesional berdasar etika profesi dan dapat menerapkan etika dalam lingkungan kehidupan. Penelitian ini dikhususkan untuk menyoroti masalah gender karena masih adanya diskriminasi terhadap perempuan dalam lingkungan pekerjaannya. Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tafsir perilaku etis menurut mahasiswa dan mahasiswi akuntansi? 

Pengertian ETIKA
Etika Etika dalam bahasa latin "ethica," berarti falsafah moral. Ia merupakan pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang budaya, susila serta agama (Martandi dan Suranta, 2006:5). Istilah etika jika dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998), memiliki tiga arti, yang salah satunya adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Etika Profesi
Menurut Agoes (1996) dalam Murtanto dan Marini (2003:794) setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat harus mempunyai kode etik yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku profesional. Kode etik berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi, terdapat empat prinsip di dalam etika profesi (Keraf, 1998 dalam Murtanto dan Marini, 2003:794) yaitu (1) Prinsip tanggung jawab; (2) Prinsip keadilan; (3) Prinsip otonomi; dan (4) Prinsip integritas moral.
Perilaku Etis Perilaku yang beretika dalam organisasi adalah melaksanakan tindakan secara fair sesuai hukum konstitusional dan peraturan pemerintah yang dapat diaplikasikan Steiner dikutip oleh Reiss dan Mitra (1998) dalam Nugrahaningsih (2005:619).
Gender
Kata “gender” berasal dari bahasa Inggris, gender berarti “jenis kelamin”, dimana sebenarnya artinya kurang tepat, karena dengan demikian gender disamakan pengertiannya dengan sex yang berarti jenis kelamin. Pengertian gender menurut Fakih (2001) dalam Martandi dan Suranta (2006:8) adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis dan Paradigma Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan hermeneutika, atau secara lebih spesifik adalah pendekatan interpretif. Menurut Burel dan Morgan (1993) dalam Sopanah (2009:8-9) pendekatan interpretatif mempunyai pendirian yang sama dengan kaum fungsionalis tetapi lebih subjektif.
Metode hermeneutika ini bertujuan untuk mengembalikan pada pengalaman orisinil dari penulis (teks) dengan maksud untuk menemukan “kunci” makna kata-kata atau ungkapan pada konteks saat ini.
Menurut Gadamer dalam Subiyantoro dan Triyuwono (2003:77), hermeneutika adalah lebih merupakan usaha memahami dan menginterpretasikan teks.

Teknik Pengumpulan Data dan Informan
Dalam memperoleh data yang dibutuhkan sebagai bahan pembuatan laporan penelitian, ada beberapa tehnik, cara atau metode yang dilakukan oleh peneliti dan disesuaikan dengan jenis penelitian kualitatif yaitu wawancara, observasi, dan dokumen.
Teknik Analisis Proses-proses tersebut dapat dijelaskan ke dalam dua langkah sebagai berikut [Salim (2006) dalam Saputro (2009:11-12)].
1. Reduksi data dilakukan dengan jalan memfokuskan perhatian dan pencarian materi penelitian yang digunakan sesuai dengan pokok masalah yang telah diajukan pada rumusan masalah penelitian yang terdiri dari meennssttranskripsi hasil rekaman atau wawancara; evaluasi dari data hasil wawancara yaitu: kategorisasi, membuat matriks, ringkasan dari tiap responden; analisis atas data yang diperoleh; dan menyimpulkan hasil analisis data.
2. Penyajian data yang dilakukan dengan tahap deskriptif. Tahap deskriptif dimulai dengan mengidentifikasi data dari hasil reduksi data yang dilakukan sebelumnya, dilanjutkan dengan menjelaskan data yang berkaitan dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini. 

ETIKA ANTARA KONSEP DAN TAFSIRAN
Etika dalam konteks ini adalah sebuah idea dari alam pemikiran masyarakat yang mempunyai nilai aplikatif. Nilai aplikatif inilah yang dapat dijadikan ukuran untuk melihat tentang struktur sosial masyarakat di saat penafsiran terjadi. Nilai aplikatif memberikan gambaran seberapa besar dan seperti apakah bentuk struktur sosial dan nilai-nilai masyarakat.
Untuk itu, penafsiran atas etika dapat pula dijadikan untuk memahami kondisi sosial masyarakat yang terjadi. Etika dalam konteks ini adalah sebuah idea dari alam pemikiran masyarakat yang mempunyai nilai aplikatif. Nilai aplikatif inilah yang dapat dijadikan ukuran untuk melihat tentang struktur sosial masyarakat di saat penafsiran terjadi.
Sebagaimana yang di ungkapkan oleh Fromm, Kierkegard dan Sartre dalam Subiyantoro dan Triyuwono (2003:209-210). Dengan unsur etika, konsep kehidupan menjadi lebih ”berarti” bagi masyarakat dan lingkungannya, karena hadirnya etika dalam konsep kehidupan memberikan inspirasi lebih dalam, bagaimana sebuah organisasi dikonstruk dan dioperasionalkan. Jadi kehadiran etika dalam kehidupan ini menjadi sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka tidak dapat diragukan lagi bahwa jaringan-jaringan realitas sosial yang tercipta dalam kehidupan tersebut akan sarat dengan nilai-nilai etika. Pertanyaan berikutnya adalah dalam kegiatan apa etika itu harus ada?
baca juga:
Penetapan etika dalam bentuk materi ini sungguh realistis. Bagi mereka memang benar sejauh ini bentuk yang mudah diukur keberadaanya adalah nilai materi. Materi lebih nyata untuk dihitung sekaligus dapat dijadikan standarisasi ukuran. Dengan demikian, ukuran keberhasilan seseorang masih ditentukan sejauh mana orang tersebut dapat mengakumulasikan pendapatan mereka dalam bentuk materi atau uang.
Semakin besar tingkat pendapatan materi seseorang, maka semakin tinggi pula nilai orang tersebut. Penilaian ini tentunya juga berlaku bagi karyawan perusahaan dimana mereka berkerja. Hal ini juga sejalan dengan apa yang diungkapkan dalam sebuah buku yang menyatakan bahwa ukuran prestasi karyawan lebih ditentukan oleh seberapa besar setiap karyawan produktif dalam menghasilkan keuntungan materi dari setiap hasil perkerjaannya. Semakin besar tingkat keuntungan yang diperoleh melalui seorang karyawan, maka semakin tinggi penghargaan atas prestasi karyawan tersebut (Subiyantoro dan Triyuwono, 2003:126).
Analisis hermeneutika ini mempunyai dua tujuan yang akan dicapai. Pertama, memperlihatkan bahwa penafsiran suatu teks sekaligus bentuk implementasi dari tafsiran atas teks tersebut tidak bisa terlepas dari konteks yang melingkupinya tafsiran seseorang atas sebuah teks akan dipengaruhi oleh bingkai kesadaran sosial yang berlaku. Kedua, memperlihatkan apa makna sesungguhnya dari tafsiran seorang mahasiswa yang ada dalam bab lima, sekaligus untuk mengetahui bahwa nilai-nilai materialisme dalam wacana masyarakat kapitalistik cukup kuat peranannya dalam membentuk karakter sosial masyarakat.
Pengertian dari etika ini yang di dapat dari sejumlah penafsiran lebih kepada perspektif yang berdasarkan motif dan kepentingan. Tetapi sejauh ini pengertian mendasar tentang etika itu sendiri masih berorentasi pada nilai-nilai materialistik, meskipun makna etika itu sendiri tidak sebatas pada nilai-nilai materialistiknya. Hermeneutika materialistik dalam konteks ini memperlihatkan bahwa kedua aspek tersebut tampaknya menjadi kunci di mana segala upaya pemahaman atas etika harus berorientasi pada satu titik, yaitu materi. 

Hermeneutika Ketergantungan
Hermeneutika ketergantungan ingin mengungkap bahwa nilai-nilai materialistik yang berkembang dalam masyarakat menyebabkan terbangunnya sikap ketergantungan antar mereka yang memiliki materi dan mereka yang membutuhkan materi. Sikap-sikap ketergantungan ini telah mengorbankan segala aspek rasionalitas manusia dan nilai-nilai kemanusiaan untuk memperoleh kebutuhan materi. Rasionalitas manusia tersublimasi dengan rasionalitas materi. Sesuatu akan di anggap rasional dan manusiawi, ketioka seseorang telah mendapatkan materi. Kebutuhan akan pemenuhan materi pada akhirnya menjadi bagian yang manusiawi dan utama agar dirinya dianggap dalam lingkungan masyarakat (Subiyantoro dan Triyuwono, 2003:161). 

Hermeneutika Diri
Hermeneutika diri ini bertolak dari pemahaman “diri” (self) dari seorang mahasiswa secara lebih luas. Bahwa penafsiran yang dilakukan terhadap etika tidak terlepas dari kemampuan diri seorang mahasiswa untuk mengekspresikannya dalam belum praktis. Hermeneutika diri ini bertujuan untuk mengungkap sejauh mana sebenarnya diri seorang mahasiswa sebagai calon akuntan ini mempunyai pandangan-pandangan yang menyangkut keterlibatannya dengan aktivitas yang didalamnya berisi etika kita.
Triyuwono (1997) dalam Subiyantoro dan Triyuwono (2003:172) memberikan pemahaman diri dalam dua sifat yang kontradiktif, yaitu: sifat egoistik dan altruistic. Diri” pada dasarnya memiliki dua sifat yang kontradiktif, yaitu sifat egoistik (egoistic selfish) yang selalu mementingkan diri sendiri, dan sifat altruistik (altruistic) yang mendahulukan kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadinya. Kedua sifat ini mempengaruhi cara berfikir, perilaku dan aksi yang dilakukan oleh “Diri” (Subiyantoro dan Triyuwono, 1997:11).
Secara lebih detail bagaimana kedua sifat itu berkerja dalam “diri” seorang maka Triyuwono memberikan penjelasan sebagai berikut: “Pada saat sifat egoistik sangat dominant dibandingkan dengan sifat altruistik, maka sifat ini menstimulasikan pikiran “diri” untuk bertindak, membentuk konsepsi ekonomi atau akuntan secara teoritis ataupun praktis, dan membangun struktur dan sistem yang dapat membumikan secara mapan konsep-konsep tadi……..sifat ini mempunyai pengaruh besar terhadap terbentuknya sistem ekonomi kapitalis yang mementingkan “diri” sendiri atau kelompok tertentu, yaitu kapitalis (pemilik modal). hal sama juga terjadi pada sifat altruistic. Sifat ini dapat mendasari semua tindakan yan g dilakukan “ diri”. Secara konkret, sifat ini mempelopori terbentuknya, konsep dan system ekonomi social. Konsep dan system ini dengan kuasa yang dimilikinya, mampu membentuk sifat dan operasi organisasi serta perangkat organisasi……dengan corak altruisti (Triyuwono, 1997: 11-12). 

PENUTUP
Dari uraian di atas dapat dilihat bagaimana pemahaman antara mahasiswa dan mahasiswi akuntansi terhadap konsep etika. Dimana baik mahasiswa dan mahasiswi akuntansi mempunyai penafsiran yang sama atas konsep etika, akan tetapi mahasiswa memiliki penafsiran yang berbeda pada pemahaman etika dalam penerapan perilaku etis. Dimana mahasiswi memiliki penafsiran lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa akuntansi dan mahasiswi akuntansi memiliki penafsiran yang berbeda dan lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa akuntansi terhadap etika. Saran untuk kesempurnaan penelitian selanjutnya adalah 1) penelitian mendatang sebaiknya mengklasifikasikan kelompok akuntan yang dijadikan informan (akuntan manajemen, akuntan pemerintah, atau akuntan pendidik); 2) penelitian mendatang sebaiknya memisahkan antara mahasiswa dan mahasiswi tingkat awal dan tingkat akhir; 3) penelitian mendatang sebaiknya mengklasifikasikan kelompok informan (akuntan manajemen, akuntan pemerintah dan akuntan pedidik) tidak hanya dari segi gender tetapi juga dipandang dari segi suku. 

Kesimpulan
Dari penelitian di atas, kami menyimpulkan bahwa pentingnya sebuah etika dalam setiap profesi. Tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari saja, namun sebuah etika hendaknya selalu menjadi landasan seseorang untuk berbuat sesuatu. Sebuah etika tidak hanya berpacu kepada materi saja, seorang akuntan ataupun pekerja profesional lainnya harus memiliki pemikiran bahwa sebuah etika tidak terkait dengan materi belaka. Etika jauh di atas itu semua.
Dengan Resume bab perilaku etis – bidang etika , manusia dapat saling menghargai dan mempercayai. Dengan modal itulah seorang profesional dapat menjalankan tugas dan kewajibannya. Dewasa ini, jarang sekali kita temui seorang profesional yang mau menomor duakan kepentingan pribadi nya. Kasus-kasus yang terjadi akhir-akhir ini seperti korupsi, pencucian uang kebanyakan dilakukan oleh para profesional. Hal ini menunjukkan bahwasanya bagi mereka materi adalah hal terpenting di atas segalanya. Seolah-olah tidak pernah ada etika dalam profesinya.
Alangkah baiknya seorang profesional mampu bersikap dan bertindak sesuai dengan profesionalisme nya.
Share this article :

1 comments:

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Jika ingin bergabung dengan Kerozzi , silakan klik tombol Follow This Kerozzi's Blog

Ads


supplier Jam tangan murah ziendi shop
 
Support : Google
Copyright © 2013. Kerozzi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger